Angka 16 Juta Bisa Bertambah Dengan Laporan Yang Tidak Masuk
Tanggal 11 Juli adalah Hari Populasi Dunia, dan tahun ini
fokusnya ada pada kehamilan remaja. Diperkirakan 16 remaja putri melahirkan
setiap tahun, banyak diantaranya di Afrika atau negara-negara berkembang
lainnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa banyak remaja
putri mengalami komplikasi saat melahirkan yang menyebabkan kecacatan,
sterilitas atau bahkan kematian. Tidak ada data mengenai berapa banyak yang
mengakhiri kehamilannya melalui aborsi yang tidak aman.
"Isu kehamilan remaja merupakan masalah besar di
Afrika. Afrika memiliki populasi yang muda. Sekitar 60 persen penduduk di
Afrika berusia di bawah 24 tahun, yang berarti bahwa ketika kita membicarakan
kehamilan, hal ini merupakan isu dalam kelompok usia tersebut," ujar
Akinyele Dairo, penasihat program dan teknis senior untuk kesehatan reproduksi
perempuan pada Dana Kependudukan PBB untuk wilayah Afrika.
Info Dunia Remaja dan Ia mengatakan ada beberapa alasan mengapa tingkat kehamilan
sangat tinggi di Afrika, salah satunya adalah kurangnya pendidikan s3ks yang
komprehensif di sekolah akibat ketidaksiapan guru atau karena bukan bagian dari
kurikulum.
"Kedua, para orangtua tidak mampu dan siap untuk
membahas isu pendidikan s3ks dengan remaja. Ketiga, mereka yang memahami isu s3ks
tidak memiliki akses kepada layanan-layanan yang akan melindungi mereka dari
kehamilan remaja. Dan bahkan jika layanan itu tersedia di fasilitas kesehatan,
penyedia layanan kesehatan tidak cukup ramah atau membantu untuk mendorong para
remaja datang ke fasilitas-fasilitas tersebut," ujarnya.
Alasan lain untuk kehamilan remaja ini adalah pernikahan
dini.
“Di banyak negara di Afrika, sekitar 20 sampai 40 persen
dari perempuan usia 18 sudah menikah. Rendahnya tingkat pendidikan dan melek
huruf membuat mereka cenderung menikah lebih awal," ujarnya.
Banyak remaja putri yang dipaksa berhenti sekolah oleh
orangtua mereka untuk menikah muda.
Ketika mereka hamil, tubuh mereka mungkin tidak siap untuk
menghadapi banyak perubahan. Akibatnya, mereka lebih rentan pada infeksi atau
luka pada saat kehamilan yang menyebabkan mereka sakit dan dijauhi karena bau
akibat penyakit tersebut.
Dairo mengatakan tidak ada data mengenai remaja putri yang
ingin mengakhiri kehamilan mereka, namun pilihan mereka terbatas.
"Di Afrika, hanya ada dua negara yang melegalkan
aborsi, yaitu Tunisia dan Afrika Selatan. Di kedua negara itu remaja dapat
pergi ke fasilitas kesehatan untuk mengakhiri kehamilan mereka," ujarnya.
Beberapa negara Afrika mengizinkan aborsi ketika nyawa ibu
terancam atau dalam kasus pemerk0saan atau inses.
Yang terjadi, menurut PBB, para remaja ini melakukan aborsi
gelap yang tidak aman dan dapat mengarah pada kematian atau infeksi serius yang
dapat mencegah mereka hamil lagi.
Dairo mengatakan para remaja perlu lebih berpengetahuan
mengenai kesehatan s3ksual melalui pusat-pusat kesehatan yang menyambut mereka
dengan tangan terbuka.